Subscribe News Feed Subscribe Comments

Pesan Cinta Ali dan Fathimah

Kawan, mau tahu tentang kisah cinta dua manusia yang (paling) indah? Indah di mata manusia dan indah di mata Tuhan..

Adalah 'Ali bin Abi Thalib, seorang pemuda gagah namun miskin. Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya.

Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya.

Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya. Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya!
Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah.

Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali.

Mengagumkan!

‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.

”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali.

Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali. Namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya..

Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah.

Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab..

Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.
Lihatlah berapa banyak budak muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud..

Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali?

Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insyaallah lebih bisa membahagiakan Fathimah. ’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.

”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.

”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakr ditolak.
Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir.

Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut. ’Umar ibn Al Khaththab.

Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr.

Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya?
Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman?
Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin?

Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata,

”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..”

Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.

’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah.

”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!”

’Umar adalah lelaki pemberani.

’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha.

Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak. Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi?
Yang seperti ’Utsman sang miliarder kah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah?
Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’ kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah?

Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri. Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka.
Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka?
Sa’d ibn Mu’adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu?
Atau Sa’d ibn ’Ubadah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?

”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan.

”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi..”

”Aku?”, tanyanya tak yakin.

”Ya. Engkau wahai saudaraku!”

”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”

”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”

’Ali pun menghadap Sang Nabi.

Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah.

Ya, menikahi.

Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap?

Itu memalukan!

Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.

”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan.

Pemuda yang siap bertanggungjawab atas rasa cintanya.
Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya.
Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.

Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!”

Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi. Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan.

Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab.
Mungkin tidak sekarang.
Tapi ia siap ditolak.
Itu resiko.

Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.

”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”

”Entahlah..”

”Apa maksudmu?”

”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”

”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka,

”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua!
Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya!”

Dan ’Ali pun menikahi Fathimah.

Dengan menggadaikan baju besinya. Baju besi pemberian mertuanya, Rasulullah. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.

Bagaimana dengan Fatimah?

Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali,
“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda”

‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu”

Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”

Memilukan..

Bagaimana kedua insan ini saling menutup rapat perasaan masing-masing dan membiarkan takdir berbicara dengan sendirinya. Keduanya mampu menjaga diri dari perbuatan mendekati zina. Bahkan 'Ali adalah sosok yang diberi julukan oleh Rasulullah ’Karamallahu Wajhahu” yang dimuliakan wajahnya. Julukan ini bukan sembarangan, sebab 'Ali dididik Rasulullah untuk senantiasa menjaga pandangannya. Pernah saat berjalan bersama Rasulullah, 'Ali terpesona melihat seorang wanita cantik, lalu Rasulullah memegang kepala 'Ali dan mengalihkan pandangannya seraya bersabda,  ”Pandangan yang pertama itu berkah, yang kedua itu menuruti syaiton”.

Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan.
Itulah keberanian.
Atau mempersilakan.
Yang ini pengorbanan.


’Ali yang memperjuangkan cintanya kepada Fathimah. Cinta yang suci. Keberaniannya sebagai gentlemen sejati, mengambil kesempatan. Namun mendahulukan pendahulunya, juga demi cintanya kepada Fathimah. Itulah pengorbanan.

Fathimah yang rupanya telah mencintai ’Ali sedari dulu, menjaga perasaannya. Tak lantas ia menjadi gadis liar tak tahu aturan. Paras eloknya tak dijadikannya sebagai alat penggoda. Sadar betul ia atas kedudukannya sebagai wanita yang diberi amanah oleh Tuhannya. Amanah yang harus dipegangnya erat. Keharuman ragawinya. Untuk diberikannya kepada yang berhak.



Semoga bisa dipetik hikmahnya.
Saya pun manusia yang belum sempurna ibadahnya. ^^



 
                 asmafadhillah.webnode.com
                 (eh, tapi judul asli bukunya, "Jalan Cinta Para Pejuang", karya Salim A. Fillah)
                 maaf  klo ada kata-kata yang ditambahin sedikit ^^'

KASIR SALAH ITUNG

Duh, cerita gak ya..cerita...enggak cerita..enggak cerita..heee :p
Sebenernya sih gak terlalu penting yah, tapi yaa lumayan patut untuk dicurahkan,caelahh..

Jadi begini, tadi kan pulang kuliah saya mampir Carrefour ITC Depok untuk beli beberapa kebutuhan rumah yang ibu saya titipkan sekalian juga ada yang ingin saya beli. Pokoknya saya beli sabun ini itu,bla..bla.. termasuk Pepsodent ukuran sedang 3 buah. Nahh, begitu sampai kasir dan giliran belanjaan saya untuk dihitung, total Rp 99.570,-. Saya sempat mikir tuh, kok bisa banyak banget yah? padahal Max Creamer refill ukuran 500 gr aja belum saya beli coz SPGnya bilang klo itu lagi kosong. And, ibu kasih uang ke saya aja cuma Rp 50.000,- untuk beli barang-barang titipannya. Seharusnya barang-barang ibu yang saya beli di Carrefour baru menghabiskan kira-kira Rp 24.730,- .Barang-barang saya aja seharusnya habis kocek kira-kira Rp 53.300,-. Rp 53.300 + Rp 24.730 = Rp 99.570??

Tapi, itung-itungan itu belum sampai dalam pikiran saya, hanya saya masih dalam tahap "bingung". Hingga saya akhirnya masuk Ramayana yang ada di lantai bawah Plaza Depok, yang terletak berhadapan dengan ITC Depok, hanya untuk cari-cari Creamer yang dititipkan ibu, saya masih bingung dan terus berpikir. Lalu iseng-iseng saya liat struk pembelian dari Carrefour, saya baca satu-satu barang-barang apa saja yang saya beli berikut jumlah item-nya. Betapa terkejutnya saya ketika mata saya menyorot total harga pasta gigi Pepsodent ukurang sedang yang tertera di struk tersebut, yaitu Rp 3.590 x 9 = Rp 32.310!!!

WHATT???!! saya kan beli CUMA 3 BIJI!! kenapa disitu tulisannya 9??? haduhh..rugi dunk 6 biji! akhirnya saya buru-buru ambil Max Creamer refill ukuran 500 gr dari rak dengan sebal dan segera ke kasir. Selesai bayar, timbul niatan saya untuk menelepon pihak Carrefour ITC Depok ke nomor yang tercantum di stuk tadi. Yapp! saya akhirnya nelpon juga.

"Halo, disini Carrefour, selamat sore, bisa saya bantu?" sahut suara di seberang sana.
"Selamat sore, mbak saya mau komplain. Tadi kan kira-kira pukul 14.15 saya beli Pepsodent 3 buah, tapi di struknya kok jadi 9?", timpal saya, agak keter juga (=.=) takut disangka macem-macem.
"Oh, oke, kami tunggu di bagian informasi ya"
"Ya, saya segera kesana. Trimakasih mbak", lalu saya putus.

Haduuhh,,capek banget sih rasanya harus balik lagi ke sana..belom lagi ntar mesti balik lagi ke parkiran Plaza coz motor kan saya parkir di sini. Huh! Tapi gak papalah, demi.. gitu loh! lumayan kan duit 20 rebu bisa buat beli cilok satu kilo, hahayy :D

Haahh, akhirnya sampai juga saya di bagian informasi Carrefour. Mesti nunggu kira-kira 15 menitan coz yang komplain ternyata gak 1-2 orang, yang komplain lah, yang mau ngambil hadiah lah, haaahh... padahal nih kaki dah berasa mau varises kalee... huhu T_T

Dah, sampe dah tuh giliran saya. Ditanya ada keluhan apa, diminta tunjukin barang belanjaannya tadi, suruh  isi formulir, disuruh nunggu coz pelayannya mau ngambil duit sisa yang salah hitung tadi. Setelah kira-kira 5 menit, si pelayan informasi mengembalikan uang Rp 21.500 kepada saya.

"Berarti yang 6 saya cancel ya", kata pelayannya.

Saya kemudian mengucapkan terima kasih sambil meminta kembali struknya dan berbalik pulang.

Hayyaahh...emangnya tombol angka 3 dan 9 itu deketan yah? Saya kira tombol 3 sih deketnya kalo gak angka 2 ya 6, hehe...

Alhamdulillahh, penanganganan dari pihak Carrefour cepat dan sangat menghargai pelanggannya. Uang yang mereka kembalikan pada saya adalah bukti bagi saya bahwa mereka amat mengutamakan kepuasan pelanggan, tak sekedar mencari untung dalam berdagang. Tadinya saya udah takut, jangan-jangan keluhan saya gak digubris, atau prosedur penyelesaian masalahnya ribet and makan waktu lama (nih gara-gara kebanyakan baca bahan buat presentasi, semalaman tentang masalah antara orang lain dengan kartu Flazz BCA yang prosedur penyelesaiannya ribet tralala..trilili..)

Kalo tadi prosedurnya ribet gitu hanya untuk uang 20 ribu sih mending direlain aja deh, daripada pulang kesorean, truz sampe di jalan gak bisa liat apa-apa dengan jelas karena gelap (tapi kan ya, sayang juga sih...^^' )

Intinya yah, saya puas dengan penanganan Carrefour yang cepat dan tanggap. Yah, namanya juga manusia biasa, pasti ada error nya lah sedikit.. si mbak kasir itu juga mungkin lagi meleng sedikit, niat mau mencet angka 3 jadi 9. Lain kali hati-hati ya mbak, kasian kan kalo ada orang yang bernasib sama dengan saya itu rumahnya jauh dan total kerugiannya lebih besar lagi :)

SANG PEMIMPI


Kerasnya hidup dan kemiskinan tak membuat mereka payah dalam menjalaninya. Justru api yang tersulut dalam jiwa muda para pemimpi ini semakin besar. Semangat demi semangat mereka pupuk untuk mewujudkan cita-cita besar mereka : Berkeliling dunia, menjelajahi Afrika yang eksotis dan Eropa yang megah, hingga bermuara ke altar suci Universitas Sorbonne Paris, Perancis.



Adalah seorang guru bernama Balia yang menjadi sumber inspirasi bagi Ikal, Arai dan Jimbron. Kelas Balia membawa mereka pada keajaiban ilmu pengetahuan dan luasnya kehidupan, tempat yang memberi mereka nafas untuk keluar dari tekanan hidup. Balia membarakan semangat mereka untuk menjelajahi Eropa dan bagian dunia lain untuk mengarungi kehidupan. Namun, pada saat yang sama, mereka harus menghadapi sikap keras Pak Mustar, sang kepala sekolah. Kontras dengan sikap Balia, Pak Mustar adalah seorang guru yang menerapkan cara didik dengan pola hukuman bagi yang lalai.

Problematika yang mereka hadapi tak hanya soal sekolah dan bertahan hidup, tapi juga cinta, satu hal yang tak mungkin mereka hindari di kehidupan remaja. Cinta Arai pada Zakiah Nurmala menggiringnya menjadi seorang penyanyi dadakan dengan berguru pada Bang Zaitun, seorang pemusik Melayu keliling. Jimbron jatuh hati dengan Laksmi, gadis pemurung pekerja pabrik cincau yang tak pernah tersenyum sejak orang tuanya meninggal. Ikal tertarik pada gambar wanita molek dari reklame sebuah film Indonesia di bioskop.

Tetapi, kebimbangan Ikal akan hidup dan masa depan membuatnya patah arang dan berusaha menghapus impiannya bersekolah ke Eropa bersama Arai. Ikal yang dulu seolah memiliki semangat baru, menjadi Ikal yang tenggelam dalam keputusasaan dan menyisakan kekecewaan yang dalam di hati sang ayah yang sangat membanggakan dirinya sejak kecil.

Rasa bersalah terhadap sang ayah membuat Ikal bangkit, dan para pemimpi pun kembali berlari bersama. Satu persatu simpul-simpul kesulitan hidup untuk mencapai mimpi mereka buka. Cita-cita, harapan, dan cinta. Dengan tambahan bekal dari tabungan Jimbron, Ikal dan Arai melanjutkan hidup untuk merajut mimpi. Namun, setelah gelar sarjana diraih, Arai menghilang. Tinggalah Ikal sendirian mengadu nasib sambil mengejar mimpi. Sanggupkah ia meraih mimpinya tanpa kehadiran Arai?

Kali ini Miles Films kembali menyuguhkan sebuah tayangan yang mendidik dan penuh inspirasi. Dalam film yang merupakan kelanjutan dari Box Office Indonesia, Laskar Pelangi ini lebih menyorot kehidupan para pemimpi yang telah tumbuh menjadi remaja-remaja yang tengah mencari jati diri dimana proses penting dalam siklus kehidupan terjadi pada masa ini.

Masih dengan pemeran Ikal kecil yaitu Zulfani, dan Mathias Muchus serta Rieke Dyah Pitaloka sebagai Seman Said Harun (ayah Ikal) dan Ibunda Ikal. Namun, rupanya dalam sekuel ini peran Zulfani hanya muncul di awal dan sesekali di tengah cerita sebagai bayangan masa lalu dari kisah kilas balik yang diceritakan. Miles pun kembali menggandeng artis-artis pendatang baru dan asli Belitung agar penghayatan sebagai anak-anak Belitung dan logat yang kental dalam cerita ini dapat lebih terasa. Mereka adalah Vikri Septiawan, Rendy Ahmad Syaipullah, Azwir Fitrianto, dan Sandy Pranatha yang masing-masing memerankan Ikal remaja, Arai remaja, Jimbron remaja, dan Arai kecil.

Tak hanya itu, Miles juga mengajak tiga orang musisi Indonesia, Nazril Irham alias Ariel "Peterpan" sebagai Arai dewasa, Jay Widjajanto sebagai Bang Zaitun, penyanyi orkes melayu keliling yang lihai soal percintaan, dan Nugie sebagai guru sastra kesayangan para pemimpi, Balia. Zakiah Nurmala, gadis melayu nan cantik yang disukai Arai, diperankan Maudy Ayunda, yang sebelumnya pernah bermain sebagai pemeran utama dalam film Untuk Rena yang juga buah karya Miles Films. Bang Rokib, pelaut melayu yang berpengalaman diperankan oleh Yayu Unru.

Masih dengan Lukman Sardi sebagai Ikal dewasa, namun dialognya tak banyak. Lukman diharuskan bermain lebih dalam gerak tubuhnya.

Sekuel ini tak hanya menyuguhkan kisah drama yang mengharu-biru tetapi juga diselingi banyak adegan dan dialog kocak yang mengundang gelak tawa penonton. Salah satunya adalah saat Ikal menyebutkan kalimat, "Masa muda, masa yang berapi-api, H. Rhoma Irama", dengan mimik wajah polos namun penuh yakin.

Akankah Sang Pemimpi kembali mengulang sukses Laskar Pelangi yang ditonton lebih dari 4 juta penonton? Andrea Hirata pun menyatakan bahwa sekuel arahan sutradara Riri Riza ini tiga kali lebih bagus dari seri pertamanya. Benarkah begitu? Hmm, kita lihat saja nanti ^^ (linda)







Sumber: http://www.21cineplex.com/
 
TNB | Distributed by Deluxe Templates